WHEN I MET YOU
Kembali menyusuri usia
25 tahun, saat usia sudah hampir jauh meninggalkan titik itu, membawa ingatan
ini terlempar jauh ke belakang. Masa-masa perjuangan dan air mata namun juga
penuh tawa.
Kudatang dari masa depan
hanya untuk menyapa aku yang dulu, memanggilnya dalam kenangan dan bernostalgia
dengannya tanpa bisa mengubah apapun. Menyesal? Tentu tidak! Bahkan aku sangat
ingin berterima kasih pada diriku yang sudah melewati masa 25 tahun itu. Seraya
ingin berteriak, hey… aku yang di masa lalu! Terima kasih sudah memutuskan hal
terbaik di kehidupanmu dulu, sehingga aku yang sekarang bisa menikmati dengan penuh
kesyukuran atas keputusanmu itu.
Pikiran pun melayang
jauh saat usia 25 tahun, masih bergulat dengan skripsi yang entah kenapa makin
ditekuni makin sulit selesai. Ada saja rintangannya, sempat kelelahan dipingpong
sana sini ditambah pembimbing yang sulit ditemui. Ditunggui di rumahnya sampai
malam pun kadang gak jodoh ketemu. Waktu itu, mana berani menelpon dosen
pembimbing, dosennya pun belum punya hand phone. Masih barang langka dan mahal
di awal-awal kemunculannya. Bertemu pembimbing di kampus atau di rumahnya sudah
bersyukur sekali.
Gelisah semakin
memuncak manakala teman-teman seangkatanku sudah sarjana, tinggal aku yang
sebentar lagi berstatus mahasiswa abadi kalau gak ditendang keluar dari kampus.
Itu semua adalah buah keteledoranku, begitu memasuki semester akhir perkuliahan,
aku mulai merasakan nikmatnya memiliki penghasilan sendiri, yang tadinya hanya kerja
freelance sampai kemudian mengikatkan
diri pada sebuah perusahaan yang memiliki jam kerja 8 to 5. Perusahaan yang
menerima aku tanpa mempersoalkan aku sarjana atau bukan.
Tahun pertama, aku
menikmati pekerjaanku sampai kemudian mendapatkan promosi. Skripsi semakin
terlupakan. Hampir dua tahun aku hibernate
dari kampus, bagaimana bisa menyelesaikan skripsi? Kubuka kembali diktat-diktat
kuliah yang ilmunya sudah menguap. Serasa kuliah dari semester pertama lagi. Apalagi
bidang pekerjaanku sangat jauh berbeda dengan studiku, seorang anak teknik
elektro namun berkarir di dunia broadcasting
sebagai produser acara pagi yang muatan acaranya lumayan berat, seperti menyiapkan
materi headline news, dialog pagi dan
tajuk utama yang dikejar deadline dan kebaruan tiap harinya, aku seperti
kesulitan bernafas ditambah harus membelah diri dalam waktu yang bersamaan
untuk menuntaskan skripsi. Kalau tidak ingat tanggungjawab kepada orang tua,
aku mungkin akan menyerah detik itu juga.
Puncaknya, ketika
harus dihadapkan pada kenyataan yang pahit. Hubungan asmaraku dengan orang yang
kusayangi selama tujuh tahun kandas di tengah jalan. Aku kehilangan calon imam
yang kuyakini sedari awal bahwa dialah orangnya. Aku patah hati dan merasa makin
terpuruk.
Selama ini, sebagai orang
yang well-prepared, aku menganggap
hidupku sudah tertata dengan baik. Menikah di usia 25 adalah cita-cita yang
rasanya tak begitu sulit diwujudkan toh aku memiliki kekasih yang meski hubungn
yang kami jalani adalah long distance
relationship tapi aku cukup yakin dengannya. Sayangnya, ternyata tak
sesederhana itu, hubungan kami kandas justru disaat aku bersiap untuk memetik hasil
dari tujuh tahun kebersamaan dengannya.
Patah hati, hubungan
yang sebisa mungkin kupertahankan hingga titik akhir kebisaanku, akhirnya harus
kuikhlaskan juga. Bukan jodoh. Ah, rasanya aku ingin sekali marah. Kalau bukan
jodoh kenapa tidak ditunjukkan sedari awal. Wasting
time aku menjaga jodoh orang selama itu. Keterpurukanku lebih dipertajam lagi
dengan adanya tuntutan keluarga untuk segera menikah. Menagih janji menikah di
usia 25 tahun seperti yang selalu kuumbar dulu.
Kesedihan kusimpan
sendiri lalu kucoba mengelola hati, dan mengembalikan semuanya kepada pemilik
hidupku. Kuyakin Allah sudah punya rencana baik untukku. kumemohon kepada-Nya
untuk permudah jalanku, permudah urusanku dengan tetap berserah pada
ketentuan-Nya
Bismillah, aku mencoba
bangkit untuk membenahi hidupku satu persatu. Langkah pertama, menghadap atasan
memohon ijin untuk cuti beberapa saat sambil fokus pada studi. Kusibukkan diri mengerjakan
skripsi, mulai menargetkan untuk selesai di tahun itu juga, aku boleh gagal di
satu sisi. Tapi aku tidak boleh membiarkan diriku gagal di studi. Berkat
ketekunan untuk fokus pada tujuan aku pun berhasil meraih gelar Sarjana Teknik
dengan IPK di atas 3. Lumayanlah untuk mahasiswa yang kurang fokus sepertiku.
Setelah urusan studi
kelar, aku kembali ke pekerjaan yang kucintai. Urusan asmara, kuserahkan
sepenuhnya pada Sang pemilik hati dan hidupku, Allah SWT. Akupun rasanya sulit
memulai cinta yang baru. Meski desakan kapan menikah sudah seperti minum obat,
acap kali diingatkan.
Bulan September tahun
itu, ulang tahun ke 25 baru saja kulewati. Ulang tahun paling hampa di hidupku
yang seketika bagai roller coaster
karena badai asmara. Namun di penghujung tahun itu ada sapaan hangat yang
datang dari masa lalu. Kenalan lama yang juga mantan fans yang iseng say hello
setelah sekian lama tak saling berkabar. Salah satu orang yang dulu kuabaikan
perasaannya padaku, kala itu aku masih menjaga jodoh orang. Memang selama bersama
jodoh orang itu jarang ada yang tahu karena
secara kasat mata aku selalu sendiri karena hubungan kami LDR yang hanya
ditopang surat-surat cinta.
Aku yakin, Allah
menggerakkan semesta dan mempertemukanku dengan calon imamku dengan cara yang
tidak terduga, dengan kemantapan hati aku mengiyakan si mantan fans-ku ini mengkhitbah tanpa aku pernah
melihat wajahnya lagi setelah bertahun-tahun tak bertemu. Kami bertemu di semester
awal perkuliahan kemudian kembali terhubung melalui sambungan jarak jauh karena
berbeda pulau. Pada akhirnya takdir mempertemukan kami kembali di pelaminan
setelah sekian tahun terpisahkan.
Aku akhirnya menikah
tanpa pacaran dengan suami. Kini usia pernikahan sudah memasuki 16 tahun dengan
3 putra putri. Semoga kami selalu saling menjaga. Aku bersyukur, rencana
menikah di usia 25 tahun terwujud juga meski hampir meleset, menikah di tanggal
11 September dan ulang tahun ke 26 pada tanggal 24 September di tahun yang sama.
Satu hal yang pasti, jangan pernah ragu akan mimpimu dan yang
terpenting selalu libatkan Allah dalam setiap rencana hidupmu.
Tulisan ini ada di buku antologi "25 Years Old" jilid 2, nulis yuk batch 75 dalam event kepenulisan Nulis Yuk
Comments
Post a Comment