Dear Ria

 

Dear sahabatku, Ria …

8 bulan sudah kepergianmu, namun masih menyisakan tangis dan sesak setiap aku mengingatmu. Betapa merinduimu, Ri’. Mata ini kerap basah berlinang rindu padamu. Merindui tuturmu yang begitu lembut pengejawantahan kecerdasan dari wanita sholehah yang menasbihkan hidupnya hanya pada Ilahi Robbi,  Allah,SWT.  Bukankah kamu sudah berjanji akan menuntunku, mengajakku ke jalanmu. Namun kini aku kehilanan jejak. Aku tidak menemuimu di persimpangan jalan. Lalu akan kemana langkah kaki ini tanpa kamu, Ri? 

Sahabatku,

Rasanya belum percaya atas kepergianmu, seakan-akan kamu masih di sana dengan rentetan kesibukanmu itu. Namun mengingat rasa sakit yang kamu rasakan, kanker paru stadium akhir dyang juga pernah dihantam Virus Covid-19 varian Delta. Perjuanganmu tidak mudah. Terakhir kita masih Video Call dan kamu meringis kesakitan meminta agar aku saja yg bicara sambil memasang oksigen karena kamu mulai sering sesak. Aku ingin menyudahi pembicaraan kita namun kamu melarangnya.

Seperti biasa kamu bercerita apa saja, dengan nafas tersengal-sengal, kadang aku tak tega mendengarnya, tapi kamu memaksa. Kamu bilang hanya ingin ditemani dan didengarkan. Maafkan aku Ri, tidak bisa menemanimu secara fisik kala sakit. Kondisi pandemi yang tidak mengijinkan kita sering bertemu. Apalagi kalau kamu drop dan harus masuk RS. Sakitmu datang, pas varian Delta sedang tinggi-tingginya. PPKM lagi ditegakkan, pembatasan betul-betul mempersempit ruang gerak kita, belum lagi ketakutan terpapar virus.  Beberapa kali kita berkabar via pesan whats app, voice note, dan video call. Terkadang tidak enak dengan suster penjagamu, yang menginginkan kamu istirahat. Padahal kamu maunya kita ngobrol. 

Ri',...

Sehari sebelum berpulang. Kamu masih menyempatkan video call denganku. Aku menyapa ibumu yang tengah menemani, yang terus mengusap-usap kepala dan pipimu dengan penuh kasih sayang selama kita berbicara. Betapa hancurnya perasaan beliau melihat kamu sakit. Kamu juga curhat kalau bapakmu nangis pengen ketemu. Namun prokes ketat di RS menyulitkan keluarga pasien berkunjung. Beliau sudah sampai di selasar RS, namun kalian tidak diijinkan bertemu. Hingga kamu berpulang, kalian belum sempat bertemu.

Sayang,

Aku ikhlas, setelah melihat kesakitanmu selama ini. Kami berdua, aku dan sahabat kita Tul sudah melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana kamu berusaha kelihatan tegar dan menahan sakit saat kita diijinkan berkunjung. Tapi wajahmu tidak bisa berbohong. Kamu selalu berusaha menunjukkan betapa tegarnya kamu dengan semangat hidup yang tak pernah kendor. Beberapa kali aku memintamu mengeluh, karena kelihatan kuat dan tegar, pasti melelahkan. Kamu hanya tidak ingin membuat kami khawatir.

Dear Ria,

Tadinya aku tidak mau bercerita tentang kamu lagi, mengungkit kehilanganmu seperti menyayat luka lama yang masih basah.  Namun jika ditanya kehilangan sahabat yang paling menyakitkan hingga detik ini, itu kamu, Ri’. 

Sejak kamu sakit, hingga akhirnya berpulang.  Semestaku banyak bergerak ke arahmu, memikirkanmu, terkadang hanya sebatas itu. Pandemi membatasi  pertemuan fisik kita. Dan tentu saja bertemu orang-orang akan membahayakan kamu yang rentan terpapar. Walaupun kamu berhasil menaklukkan varian Delta, tapi tidak dengan kanker.

Sungguh suatu mukjizat melihatmu bisa bangun dari koma saat terpapar Covid. Kamu dipasangi ventilator hingga 12 hari, membuat kami tak berharap banyak apalagi kondisimu sempat drop. Saat itu berita kematian hampir ada di setiap jamnya, semakin membuat ketakutan tersendiri bagi kami. Takut kamu tidak pernah bangun lagi karena  yang tanpa comorbid saja lewat. Sementara kamu, virus dan cancer menyerang area yang sama, yaitu paru-parumu. 

Setiap hari yang paling kami tunggu adalah laporan perkembangan kesehatanmu. Kadang naik dan kadang turun. 12 hari ditidurkan, dan ruhmu kembali. Semangatmu untuk sembuh adalah kunci, alam bawah sadar menggerakkan kesembuhanmu dan tentu saja yang paling utama karena ditopang doa-doa dari orang-orang yang menyanyangimu. 

Berhasil lolos dari Covid-19 varian Delta. Namun ujian yang kamu hadapi lebih besar lagi. Menghadapi sel kankermu yang sudah bermetastase. Rasanya sulit mendapatkan referensi yang menyatakan kamu akan bertahan lama.  Sampai akhirnya kamu menyerah dalam pelukan ibumu. Saat itu, rezekimu telah dicukupkan. Takdirmu hanya sampai di situ. Meninggalkan semua yang mencintaimu; orang tuamu, adik-adikmu, suami dan anak semata wayangmu yang selalu memenuhi ruang ngobrol kita, betapa banggamu padanya.

Ri',

8 bulan kepergianmu, dan aku masih rindu. 

Semoga kelak kita berkumpul di jannah-Nya. Cari aku di sana yah Ri’ kalau kamu tidak menemukanku.

Maaf belum bisa menghentikan tangis. Bukan tidak ikhlas, hanya masih sangat kehilangan…




Comments

Popular Posts