Alasan Film Ada Apa Dengan Cinta Istimewa Hingga Kini


Kalau ada pertanyaan film Indonesia apa yang paling berkesan, jelas menurutku adalah film Ada Apa dengan Cinta? Film remaja percintaan Indonesia karya Rudi Soedjarwo yang dirilis pertama kali pada tanggal 7 Februari 2002. Dibintangi oleh aktor Nicholas Saputra dan aktris Dian Sastrowardoyo. Kehadirannya seperti oase di tengah lesunya perfilman Indonesia kala itu, menyusul kesuksesan Petualangan Serina di tahun sebelumnya. Film Ada Apa dengan Cinta (AAdC) juga mendulang sukses yang sama.

Kehadiran AAdC berhasil memuaskan kehausan akan film-film remaja berkualitas kala itu, apalagi zaman itu belum secanggih sekarang. Internet masih terbatas, HP masih berfungsi sebagai alat komunikasi semata (telepon dan SMS), belum ada whats app, instagram, FB, IG apalagi Tiktok. 



Sambutan penonton bisa dilihat diawal film tersebut rilis sampai menembu angka 2 juta penonton! Jumlah yang fantastik saat itu. Saya termasuk yang paling antusias menunggunya. Jika selama ini ke bioskop hanya melirik fim Barat, saya oun tergoda ikutan berbaris di antrian yang mengular untuk bisa menjadi penonton pertama. Waktu itu masih mahasiswa dengan kantong pas-pasan, pemburu nomat (nonton hemat) dengan tiket murah (9K) di setiap Senin.

Pulang dari menonton masih kebayang-bayang filmnya. Apalagi di bagian adegan yang paling epiknya yaitu adegan lari-larian Cinta di bandara. Salah satu adegan paling ikonik yang menimbulkan kesan mendalam pada klimaks. Adegan yang bikin goosebump. Jawdropping banget deh pokoknya.



Jangan lupakan lagu soundtracknya yang juga hits di masa itu. Satu album bahkan hits semua.  Siapa yang meragukan kepiawaian Melly Goeslow sebagai ratu soundtrack perfilman Indonesia setelahnya?

Kunci kesuksesan film ini terletak pada duet Nicholas - Dian yang begitu mendalami peran sebagai Rangga dan Cinta. Cool-nya si Rangga dan cantiknya si Cinta adalah karakter yang terlanjur melekat pada kedua pemerannya hingga sekarang, sebanyak apapun film yang sudah mereka bintangi pasca AAdC. Tetap tokoh Rangga dan Cinta yang melekat kuat.  Chemistry keduanya dapat banget.


Selain itu, film AAdC terasa istimewa karena ceritanya yang membumi. Plot ceritanya memang sederhana dan terkesan klise.  Sudah banyak film yang mengangkat plot semacam ini, dan gagal. Namun berbeda dengan AAdC yang berhasil membawa kisah cinta sederhana itu menjadi begitu berkesan. 

Alur cerita cinta klasik antar pelakonnya meyakinkan, humornya tepat sasaran, romansanya bikin senyum-senyum gregetan, dan penempatan lagu temanya sangat efektif. Semuanya terasa pas. Tidak lebih dan kurang.


Banyak masyarakat dari Generasi X dan Generasi Y sangat menyukai cerita ini karena ceritanya yang dianggap fresh dan menarik. Generasi pada masa itu dapat merasakan hal yang sama atau flashback pada kehidupan SMA-nya. Hal tersebut dapat membuat AAdC sangat istimewa bagi mereka yang bersekolah di zaman tersebut. 



Pemilihan setting kehidupan masa remaja sangat tepat. Bukankah masa SMA diyakini masa-masa percintaan paling indah.  Cinta monyet, nakal-nakalnya remaja, pertemanan, tongkrongan, masalah keluarga, ekskul dan organisasi, lomba-lomba, kelanjutan studi,  semuanya terjadi di masa-masa SMA. 

Karakter utamanya unik dengan karakter Cinta yang ceplas-ceplos dan apa adanya, memiliki lingkaran pertemanan khas anak SMA pada zamannya dengan adanya Geng Cinta. Sangat relatable dengan kondisi  masa remaja di awal abad 21. 


Sedangkan Rangga tidak digambarkan seperti cowok populer seperti pakem yang berlaku selama ini. Rangga bukan cowok populer, bukan anak konglomerat. Sosoknya digambarkan biasa-biasa aja, cenderung misterius, suka menyendiri, lebih menggemari puisi dan sajak ketimbang bermain basket atau hal populer lainnya.

Soal puisi ini juga yang membedakan AAdC dari film lainnya. Puisi dalam film ini bagus dalam menggerakkan cerita dan penokohan karakternya. Buku AKU-nya Sjuman Djaya seketika laris di pasaran. Cowok-cowok tiba-tiba ingin terlihat cool seperti Rangga dan semua orang tiba-tiba pengen jadi pujangga. Menulis dan membaca puisi terlihat jadi keren. Tidak dipungkiri AAdC berhasil memantik gairah sastra anak muda.



 Siapa tidak familiar dengan kalimat ini;

“Pecahkan saja gelasnya biar ramai.” 

Petikan puisi  yang dibacakan Cinta. Seolah-olah berhasil memecahkan lesunya perfilman Indonesia kala itu.


Film AAdC menjadi bagian tak terlupakan. Nuansa AAdC, menemani kegalauan rumitnya percintaan masa remaja abad 21. Remaja yang kini pastinya sudah beranjak dewasa. Seperti Dian Sastro yang sudah memiliki keluarga dan menjadi istri serta  ibu yang berbahagia. Sementara Nicho masih meilih melajang hingga sekarang, dengan sikap cool-nya yang masih digilai remaja zaman now dan juga mantan remaja.

Film itu jelas menghiasi nostalgia masa lalu. Sudah jelas alasanku  film ini, sebagai film paling berkesan bukan yang lain. 

Hanya saja kok saya lupa yah  nonton AAdC dengan siapa kala itu?😉


Foto : dari internet/youtube/miles 


Comments

Popular Posts